Ibnu Abbas ra mengatakan, “Setelah  Allah menyempurnakan penciptaan langit dan bumi dengan segala sifatnya,  gunung-gunung telah ditancapkan, angin telah dilepaskan, di bumi telah  ada binatang-binatang liar dan bermacam-macam burung, maka buah-buahan  mengering dan berjatuhan ke bumi dan di bumi tumbuh rerumputan yang satu  sama lain saling tumpang tindih. Pada saat itu, bumi mengadukan  persoalan tersebut kepada Tuhannya. Atas pengaduan itu, Allah  menciptakan umat yang beraneka ragam dan berlainan jenis, yang diberi  nama Jin.
Mereka  memiliki jiwa dan aktivitas. Lalu mereka bertebaran seperti debu halus  karena jumlah mereka yang sangat banyak. Tanah datar, pegunungan, dan  berbagai pelosok dunia telah dipenuhi oleh mereka. Mereka menempati  permukaan bumi dalam jangka waktu yang dikehendaki oleh Allah. Di antara  mereka ada yang putih, hitam, merah, kuning, bercak-bercak,  totol-totol, tuli, buta, menawan, jelek, kuat, lemah, perempuan, dan  laki-laki. Satu sama lain kawin dan melahirkan keturunan. Mereka disebut Jin karena mereka samar, tidak kelihatan.
Setelah  mereka menyesaki bumi dan dunia kian menyempit karena mereka terus  bertambah, bertambah pula bencana karena mereka, maka Allah mengirimkan  angin topan kepada mereka. Angin tersebut membinasakan mereka. Hanya  sedikit dari mereka yang tersisa. Mereka adalah yang pertama kali  membuat rumah, membelah batu, memburu burung, dan binatang liar. 
Semua  itu terus-menerus mereka lakukan dalam waktu yang lama. Kemudian satu  sama lain di antara mereka saling berlaku aniaya: akibatnya, mereka  saling berperang. Akan tetapi, perangnya bukan menggunakan senjata.  Sebagian di antara mereka melenyapkan sebagian yang lain dengan  memblokade rumah-rumah sehingga mereka yang terkepung binasa karena  lapar dan haus.
Setelah  tindakan perusakan yang dilakukan mereka kian memuncak, maka Allah  mengirimkan umat yang berasal dari laut kepada mereka yang  jasad-jasadnya lebih besar daripada mereka dan bentuknya lebih  menakjubkan, yang disebut dengan Bin. Umat tersebut menyerbu mereka sehingga kaum Jin binasa, tidak satu pun yang tersisa.
Jin  tinggal di bumi kurang lebih 500 tahun. Setelah itu, bumi dikuasai oleh  Bin. Mereka menikah satu sama lain, melahirkan keturunan dan berkembang  biak semakin banyak sehingga bumi kian penuh. Sebagian di antara mereka  suka membenam ke bumi lapis ketujuh (menyusul : Penduduk Bumi Lapis  Tujuh) dan menetap di sana untuk beberapa hari. Bagi mereka tidak ada  tempat yang terhalang. Mereka adalah yang pertama kali menggali sumur,  membuat sungai, dan mengalirkan air dari sumber-sumbernya dan dari laut.  Mereka adalah yang pertama kali membuat mesin/roda, membangun jembatan  di atas air, menangkapi ikan di lautan, dan memburu binatang-binatang  liar di wilayah yang tidak berpenduduk.
Oleh  karena itu, semua binatang, baik di daratan maupun di lautan,  mengadukan urusan tersebut kepada Allah dan kerusakan yang disebabkan  oleh mereka kian bertambah. Maka, Allah menciptakan Jan.”
Ibnu Abbas ra mengatakan, “Allah menciptakan Jan dari nyala api…”  Beliau juga mengatakan bahwa Jan adalah golongan Jin laki-laki. Mereka  memiliki jenis yang beraneka ragam. Di antara mereka ada yang disebut  dengan Nahabir; ada juga yang disebut Nahamir. Umat ini layaknya seperti  manusia, suka makan, minum, dan berketurunan. Di antara mereka ada yang  Mu’min dan ada juga yang kafir. Dan nenek moyang mereka adalah Iblis  yang dikutuk oleh Allah.
Diriwayatkan  bahwa Allah menjadikan malaikat sebagai penghuni langit dan menjadikan  Jan sebagai penghuni bumi. Setelah binatang liar dan burung mengadukan  perbuatan Jin dan Bin, Allah menciptakan Jan, sebagaimana telah  diceritakan. Setelah Allah menciptakan Jan, maka Dia menempatkan mereka  di bumi. Setelah tinggal di bumi, mereka berperang dengan Bin. Jan  terlalu kuat bagi Bin hingga mereka mampu menghancurkan Bin sampai tidak  ada satu pun yang tersisa. Tinggallah Jan di bumi. Mereka menikah satu  sama lain dan melahirkan keturunan sampai bumi ini penuh.
Selanjutnya,  di antara mereka timbul kedengkian dan aniaya. Di antara mereka banyak  terjadi pertumpahan darah. Sebagian dari mereka mengganggu sebagian  lainnya. Atas kejadian ini, bumi mengadu kepada Tuhannya. Maka, ketika  itu, kepada mereka Allah mengutus bala tentara malaikat. Dalam rombongan  tersebut ada Iblis yang dahulunya bernama ‘Azazil. Dahulunya dia  merupakan ketua malaikat. Dia bersama rombongannya mengusir Jan dari  bumi. Akibatnya mereka mengungsi ke gunung-gunung dan tinggal di sana  dan Iblis merampas bumi dari mereka.
Pada  awalnya, si Iblis ini menyembah kepada Allah, baik di bumi maupun di  langit. Akan tetapi, kemudian dia ujub dengan dirinya dan dia terasuki  ketakaburan (merasa besar). Dalam keadaan demikian, Allah melihat apa  yang ada di dalam hatinya, maka Zat Yang Mahaagung berfirman: 
Ingatlah  ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak  menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa  Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat  kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa  bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman,  “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30).
Kalimat "man yufsidu fiiha" pada penggalan kalimat diatas lebih tepat jika bukan diartikan sebagai "orang" tetapi akan lebih tepat jika dimaknai sebagai "makhluk".
Sehingga  dari penggalan kisah yang diceritakan Ibnu Abbas r.a tadi, terungkap  sudah Pernyataan para malaikat, “Mengapa Engkau hendak menjadikan  (khalifah) di bumi itu (makhluk) yang akan membuat kerusakan padanya dan  menumpahkan darah…”, maksudnya seperti makhluk-makhluk yang diceritakan  terdahulu, yaitu Jin dan Bin. Sebab, mereka telah melakukan kerusakan  di muka bumi dan menumpahkan darah.
Lalu  siapakah sosok "manusia purba" yang fosil fosilnya ditemukan dan  diketahui berumur ratusan juta tahun lalu?  (Sumber: Syaikh Muhammad  bin Ahmad bin Iyas, “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman”  (diterjemahkan oleh Abdul Halim), Bandung: Pustaka Hidayah, Cet. I,  Oktober 2002, hal. 13-72)
0 komentar:
Leave a Reply
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.